Tentang Hal-hal Random yang Melintas di Kepala Siang Ini

Pagi tadi Aji bilang kalau tanpa sengaja dia menemukan salah satu jejak digital yang saya anggap sebagai fosil. Jika tujuan dibuatnya blog RanselHitam ini supaya dibaca sebanyak mungkin orang, fosil digital yang satu itu sebaliknya. Saya tak terlalu ingin rumah maya tersebut dikenal orang.

Alasannya sederhana. Dia adalah semacam tempat sampah sekaligus album foto digital. Tempat saya bisa posting apa saja, menulis apa saja, dan melantur soal apa saja. Bahkan, tulisan saat galau juga banyak diunggah di sana.

Entah Aji memakai keyword apa hingga tersesat di rumah saya yang satu itu. Gara-gara hal itu, saya pun kembali membukanya dan membaca catatan lawas yang saya unggah antara 9-6 tahun lalu.

Rasanya sungguh menyenangkan melihat diri di masa lalu. Ya walau sesekali terselip malu, ternyata saya pernah segalau itu, sealay itu, senorak itu. Dan bagian paling menyenangkan adalah saat menyadari beberapa harapan yang ditulis di sana satu-persatu sudah mewujud.

Melihat catatan dan foto-foto masa lalu pada akhirnya selalu membuat rindu. Baper. Apalagi saya bacanya sambil dengerin OST Hospital Playlist. Sudah lah, semua langsung berlompatan di kepala minta diberi ruang. Berjejalan. Membuat kepala saya pening.

Saya nggak tahu ya ini wajar apa enggak. Tapi kecepatan otak saya untuk berkelana itu sangatlah cepat. Dia bisa berpindah dari satu fragmen ke fragmen lain sangat cepat, menghubungkan dan menyambungkan banyak hal, dan terkadang membuat saya kelelahan mengikutinya.

Contoh sederhananya seperti ini. Saya sedang mendengarkan lagu closing Hospital Playlist yang judulnya “Me to you, you to me”. Sambil mendengarkan lagu tersebut dan menonton filmnya otak saya tiba-tiba ingat bahwa opening lagu ini mirip dengan lagunya Trio Ambisi, grup lawas idola almarhum bapak. Kemudian saya ingat bapak, saya ingat masa kecil.

Di sisi lain saya lagi nonton drama yang mengingatkan akan sahabat-sahabat saya. Ingatan soal itu saling tumpang tindih, meluncur dengan sangat cepat. Bahkan dalam hitungan detik ingatan saya sudah berkelana hingga mana-mana. Capek. Teman-teman seperti ini juga nggak?

Mas Chandra sudah paham banget. Kalau saya lihat atau mendengar sesuatu lantas diam beberapa detik, dia tau bahwa pikiran saya sedang melancong entah kemana. Sesudahnya dia akan bertanya tentang apa saja yang terlintas di kepala dalam hitungan detik tadi. Kadang dia tertawa mendengar betapa randomnya pikiran saya.

Dan siang ini kepala saya riuuuuh sekali. Pusing. Tidak bisa diajak konsentrasi. Saya berusaha membuat meluruskan jalinan benang yang kusut tapi tidak bisa. Dada rasanya tidak nyaman. Semacam ada ruang tersembunyi di dalam sana yang meronta minta dibuka.

Dulu tiap mengalami hal ini saya menjadi uring-uringan. Namun sekarang saya berusaha untuk menikmatinya. Ndak apa-apa, sesak ini sementara, rasa ndak enak dan riuh di kepala ini hanya sesaat. Dengan berusaha menerima ternyata proses kembali ke normalnya jadi lebih cepat. Makanya saya jadi bisa menulis ini. Saat nulis ini perasaan dan pikiran saya belum sepenuhnya membaik sih, tapi sudah tidak separah tadi pagi dan siang.

Oya, ngomong-omong soal Hospital Playlist, teman-teman sudah nonton belum? Saya baru saja menyelesaikannya beberapa hari lalu dan seneng banget dong. Drama yang sangat ringan, nggak ada konflik yang berarti, tapi justru jejaknya meresap dalam hati.

Menonton drama tersebut hati saya terasa sangat hangat. Sepertinya penulis skenario memiliki cerita persahabatan yang indah dalam hidupnya. Terus saya jadi ingat sahabat-sahabat saya. Bersyukur banget saat saya menyadari bahwa orang-orang terdekat yang selama ini menjadi 911 saya adalah orang yang sama sejak belasan tahun lalu.

Saya sungguh bersyukur saat menyadari bahwa kami telah melewati banyak hal bersama. Kami sudah melalui masa remaja yang ugal-ugalan dan berantakan, bergumul akan banyak hal, berjuang, menangis, tertawa, bertengkar, saling menghindar satu sama lain, dan berakhir dengan saling memeluk.

Mereka telah menemani saya di masa-masa terberat, masa paling sulit, dan titik terendah hidup saya. Dan mereka jugalah yang bertepuk tangan paling keras saat saya mendapat lampu sorot di atas panggung. Mereka juga yang tak segan menegur di kala saya melakukan kesalahan.

Huhuhuhu, saya benar-benar merindukan mereka. Ya ampuuun. Sepertinya ini yang membuat dada saya sesak. Saya rindu dengan orang-orang absurd itu. Apalagi tadi mendapat kabar bahwa salah satu sahabat yang sudah saya anggap abang sendiri istrinya baru saja melahirkan anak pertama.

Aaaaaaaah. Betapa waktu telah membawa kita melangkah sejauh ini ya. Mungkin masing-masing dari kita sudah berubah dalam banyak hal. Baik secara sudut pandang, cara menilai hidup, hingga apa-apa yang menjadi prioritas. Namun ternyata ada satu hal yang tak berubah. Rasa hangat di dalam hati yang selalu muncul tiap mengingat kalian. Semoga kalian semua sehat-sehat selalu hingga saatnya nanti kita semua bisa bertemu.

Kaki Merapi, 18 Juni 2020
Ditulis di tengah otak yang kusut dan bisa tersenyum lebar saat selesai menuliskan ini. Ya ampon, kapan lagi cobak saya nulis melantur seperti ini? Rasanya sungguh nyaman tanpa beban.

Elisabeth Murni
Elisabeth Murni

Ibu Renjana | Buruh partikelir paruh waktu | Sesekali bepergian dan bertualang.

Articles: 248

4 Comments

  1. Aku kemarin juga kayak orang gak jelas. Tiba-tiba berkirim pesan dengan orang yang tidak kenal akrab, hanya sekadar tahu orang tersebut. Telponan dan sempat orangnya marah. Malah kayak sama pacar. Terus sorenya ngopi dengan teman yang jarang ngopi bareng sampe jam 20.30 bicara ngalor-ngidul.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *