Dua Setengah Tahun Memanjat dan Masih Bersemangat

Sudah 2,5 tahun ini Renjana intens berlatih panjat dinding, olahraga yang menurut orang-orang awam cukup ekstrem. Saat awal-awal berlatih, banyak kawan dan keluarga yang bertanya pada saya “Kok kamu ngijinin anakmu ikutan panjat dinding sih? Nggak takut kenapa-kenapa?”. Bahkan, ibu saya juga sempat marah-marah saat tau Renjana ikut klub panjat. Wajar sih mereka ikut was-was, soalnya saat itu usia Renjana belum genap berusia 5 tahun dan emaknya malah ngajakin yang aneh-aneh.

Sebenarnya, olahraga panjat dinding atau panjat tebing tuh tidak seekstrem yang dibayangkan lho. Olahraga ini justru seru dan menyenangkan. Biasanya yang orang-orang takutkan adalah soal terjatuh dari ketinggian tebing.

Satu hal yang tidak mereka tahu, saat seseorang melakukan pemanjatan, mereka menggunakan alat yang safety. Ada tali kernmantel yang menghubungkan tubuh pemanjat dengan belayer di bagian bawah. Belayer ini adalah orang yang memandu sekaligus menjaga supaya saat pemanjat terjatuh dia tidak akan terpelanting melainkan jatuh dengan aman.

Kalau ditanya apa alasan khusus yang membuat saya memasukkan Renjana ke klub tentu saja ada ego dan ambisi orangtua yang tidak terwujud di masa muda, haha. Jadi, dari dulu saya memang terpesona dengan olahraga panjat dinding.

Melihat orang berusaha merayapi dinding guna mencapai titik puncak rasanya seperti menyaksikan pertunjukan tarian. Bagaimana kaki dan tangan berpadu dalam gerak yang harmoni, lantas menyatukan kekuatan untuk bisa menggapai titik tertinggi.

Sebagai orang yang sok-sokan filosofis, saya selalu menganggap bahwa memanjat itu sama saja dengan perjalanan menggapai impian dan mewujudkan harapan. Top adalah tujuan akhir yang hendak dicapai dan dinding dengan deretan point itu adalah jalan yang harus ditempuh. Hanya mereka yang gigih dan pantang menyerah yang bisa mencapai puncak.

Saat berada di bawah dan melihat dinding tegak 90 derajat terkadang membuat nyali ciut. Mungkinkah kita mencapai puncak sana? Kuatkah tangan dan kaki kita untuk bergelantungan pada point-point yang terlihat kecil itu? Bagaimana jika terjadi sesuatu di tengah lintasan?

Stop. Hapus semua keraguan dan pupuk keberanian. Fokus pada tujuan akhir dan mulai melangkah. Jika mau terus berusaha dan tidak menyerah, kita pasti akan bisa mencapai titik tertinggi. Yang terpenting fokus pada titik di atas dan tidak mengalihkan padangan pada hal lain.

Sebuah filosofi yang cukup menarik bukan?

***

Renjana sendiri belajar panjat dinding secara intens sejak tahun 2019 akhir. Awalnya memang saya dan ayahnya yang mengarahkan, tetapi lama-lama dia enjoy. Selama 2,5 tahun ini dia jarang bolos latihan kecuali memang ada urusan tertentu, misalnya sakit atau pergi ke luar kota.

Seminggu 3 kali kami harus mengantarkan ke tempat latihan. Kadang yang capek dan bosan justru orangtuanya, bukan anaknya. Kalau si bocah justru senang-senang aja. Saat klub off sementara akibat pandemi, justru Renjana yang paling sedih. Energinya yang meluap-luap tidak tersalurkan dengan baik. Sebagai gantinya dia kerap uring-uringan di rumah.

Ohya, kalau ada yang bertanya selama ini Renjana latihan di mana, dia berlatih di Nusantara Sport Climbing. Sebuah klub panjat yang memang dikhususkan untuk anak usia 6-15 tahun dan bermarkas di Yogyakarta. Saat ini tempat latihan rutin kami adalah Arena Wall Climbing Stadion Mandalakrida.

Dalam seminggu ada 3 kali latihan, yakni hari Selasa, Kamis, dan Sabtu. Latihannya enggak melulu teknik, tetapi ada juga fisik, seperti lari keliling stadion, pull up, push up, dan gerakan-gerakan lain yang saya sendiri enggak paham. Biasanya dua atau tiga bulan sekali akan ada latihan di luar, seperti di Jembatan Babarsari, tebing Gunung Nglanggeran, atau tebing Pantai Siung yang dikenal sebagai surganya jalur panjat tebing di Jogja.

***

Meski olahraga panjat dinding memiliki tingkat keamanan yang tinggi, tetap saja sebagai orangtua saya harus mempersiapkan segala kemungkinan. Salah satunya adalah kemungkinan menghadapi anak yang terluka akibat terjatuh.  

Biasanya, anak-anak ini jatuhnya bukan pas manjat, tapi justru saat lari-lari di kala nunggu giliran panjat. Namanya juga anak-anak, mereka susah untuk diam. Ada waktu luang sedikit pasti lari ke sana-sini. Renjana sendiri sudah beberapa kali terluka saat latihan.

Luka wajib (tsaaah luka wajib) pemanjat tu pasti tangannya melepuh, kulit tangan terkelupas, dan berakhir dengan kapalan. Saya ingat betul, di awal-awal dia memanjat dulu pernah nangis di atas wall karena tangannya yang melepuh terkelupas. Berhubung saat itu dia masih 5 tahun, dia pun kaget dan nangis. Sungguh pengalaman yang lucu kalau diingat. Kalau untuk luka-luka seperti ini saya biasanya menggunakan zambuk.

Sementara itu, untuk luka-luka lainnya akibat jatuh atau terbentur poin, andalan saya tentu saja Betadine. Kalau ngomongin soal obat antiseptik untuk luka, sepertinya Betadine ini sudah jadi top of mind masyarakat, ya. Luka ya Betadine obatnya (kecuali luka hati sih *uhuk).

Betadin dapat bekerja dengan cepat membunuh kuman penyebab infeksi. Dengan kemasan yang praktis, Betadine mudah untuk dibawa ke mana-mana. Dan kini Betadine pun mulai berinovasi dengan menciptakan produk-produk lain. Kalau penasaran dengan produknya, silakan buka website https://betadine.co.id/

***

Pada akhirnya, kebanyakan orang tua memang akan “meracuni” anaknya dengan apa yang menjadi kegemaran mereka. Tidak salah. karena memang semua pasti akan mengenalkan dengan apa-apa yang dekat dan lekat.

Yang menjadi masalah dan salah adalah ketika orang tua terus memaksakan kehendak saat anak menunjukkan tanda-tanda tak menikmati. Saat anak sudah menolak, tapi orangtua terus memaksakan egonya. Dan saya belajar untuk tidak menjadi orang tua yang seperti itu. Saya belajar untuk menghargai keputusan anak, meski suatu hari keputusannya tidak sejalan dengan apa yang saya inginkan.

Untuk saat ini, berhubung si bocah masih semangat, mamaknya ya ikut gas terus. Jadi tim pemandu sorak yang menyemangatinya dalam tiap hal yang dipilih. Mamak berharap semoga dia tetap bersetia dengan pilihannya dan kelak bisa berprestasi dan bisa mengharumkan nama bangsa di kancah dunia. Amiiiiin.

Kaki Merapi, akhir Maret 2022

Elisabeth Murni
Elisabeth Murni

Ibu Renjana | Buruh partikelir paruh waktu | Sesekali bepergian dan bertualang.

Articles: 248

13 Comments

  1. Wuih Renjana keren banget. Masih kecil udah seneng panjat dinding begini. Mau jadi atlet kah? Hehe. Gak masalah ya kalo luka mah. Ada ahlinya yang bisa bikin cepat sembuh. Andalan kita semua deh Betadine ini.

  2. Duh Renjana kelihatan semangat dan suka banget dengan aktivitas memanjat ya, semoga selalu semangat apalagi bagus banget jika sejak kecil anak-anak memiliki kegiatan positif.

  3. Hebat banget Renjana tekun menjalani kegiatannya ya.. semoga bisa berprestasi mengharumkan nama bangsa dan negara ya Renjana… namanya apik..

    • Kayaknya tuh Betadine emang andalan dan wajib bawa bagi emak-emak yang anaknya superaktif ya mak hehe. Amiiiin, doa yang kenceng semoga kelak bisa memecahkan rekor speed ahahaha.

  4. Setuju mba. Aku juga ga akan mau memaksakan anak melakukan sesuatu yg mana dia ga enjoy. Belajar dr pengalaman, Krn dulu aku selalu dipaksa ambil kegiatan yg ortuku suka, tapi aku ga menikmati. Les piano, les gambar, sampe jurusan smu IPA atau IPS, dipaksa juga.

    Yg ada aku malah berontak, dan jadi ga serius belajar nya. Ga pengen anakku jadi begitu .

    Kalo dia memang ga suka dgn aktifitas itu, ya sudah, aku bakal tanya apa yg dia mau. Sebagai ortu, kita hanya bisa support 😊

  5. Keren Renjana mba.

    Saya jadi inget waktu masih kecil, gak boleh ikutan eskul panjat tebing sama orang tua, akhirnya ngumpet2 ikutannya hahahahaha

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *