Saat saya posting foto trekking bersama Renjana ke Gunung Lanang, beberapa kawan yang memiliki anak balita langsung japri dan komen. Rata-rata mereka bertanya bagaimana caranya supaya trekking bersama balita itu nyaman atau apa yang harus dilakukan supaya anak-anak gemar beraktivitas di alam bebas.
Saya bukan ahli parenting maupun pakar pertrekkingan ((PERTREKKINGAN)). Ilmu saya soal berkegiatan di alam bebas masih sangat cetek, bahkan nggak punya ilmunya sih ahahaha. Modal saya ngajakin bocah piknik ke alam sejak bayi ya karena saya pengen dan saya suka. Saya enggak begitu peduli dengan perdebatan yang terjadi dengan tema “amankah mengajak balita trekking?”.
Menurut saya, selama orang tua siap dan paham dengan segala konsekuensinya, selama orang tua mau ribet, selama orangtua mementingkan kenyamanan bocah, enggak apa-apa mengajak bocah main-main di alam bebas. Entah trekking keluar masuk hutan, camping, bahkan naik gunung sekalipun. Hal ini akan bagus untuk perkembangannya.
Dalam usianya yang hampir tiga tahun besok Januari, Renjana sudah beberapa kali saya ajak trekking. Sejauh ini dia sangat menikmati. Dia selalu suka berkegiatan di alam bebas. Lari kesana-kemari, teriak-teriak saat lihat kupu-kupu dan serangga, atau asyik ciblon di bawah air terjun dan sungai
Mulai pertengahan tahun ini, saya sudah jarang gendong Renjana. Dia selalu minta untuk jalan sendiri. Dia justru marah kalau saya “paksa” gendong saat medan agak sulit. Kalau dia enggak merasa lelah atau ngantuk, dia pasti jalan sendiri.
Total dia sudah tiga kali trekking yang jalan sendiri. Yang pertama trekking ke Curug Winong (30 menit sekali jalan dengan medan tidak terlalu sulit), trekking ke Gunung Lanang (1,5 jam lewat jalan setapak menembus hutan dan medannya aduhai), serta yang terakhir trekking ke Gunung Nglanggeran (45 menit, medan naik dengan kondisi jalan yang beragam). Oya, durasi itu baru sekali jalan ya, jadi kalau PP dihitung saja sendiri.
Sebelum ngajakin bocah trekking, tentunya saya sudah melakukan berbagai persiapan. Jadinya enggak asal-asalan jalan. Persiapan ini saya lakukan supaya perjalanan kami nyaman dan bocah pun senang. Pengen tau apa saja yang saya persiapkan atau tips saat hendak mengajak balita trekking? Nih saya jembrengin satu-satu:
- Persiapkan fisik n mental
Trekking itu termasuk aktivitas berat bagi yang enggak biasa. Udah trekking bawa balita pulak, beratnya dobel. Karena itu untuk melakukan aktivitas ini buibu dan pakbapak kudu punya fisik yang kuat. Kudu sehat pokoknya. Bocah juga kudu dalam kondisi prima. Hal ini akan berpengaruh pada mood selama perjalanan. Kalau badan nggak enak biasanya mood jadi enggak baik, akhirnya selama jalan jadi uring-uringan. Niatnya mau refreshing eh malah tambah ruwet gara-gara emosi melulu.
- Sesuaikan rute dengan kondisi anak
Trekking perdana saya dengan Renjana itu ke Gunung Gambar. Subuh-subuh, ngejar sunrise. Saat itu saya berani mengiyakan kerjaan (iya, judulnya trekking sambil kerja) karena tau medannya enggak sulit banget, jadi masih bisa lah gendong bocah. Semakin Renjana besar, rute yang saya pilih mulai yang sedikit menantang. Sebisa mungkin saya usahakan bocah tetap bisa menikmati perjalanan di sepanjang setapak yang kami lalui.
- Perhatikan cuaca. Hindari trekking di musim hujan!
Sebenarnya akhir-akhir ini saya lagi pengen banget ngajakin bocah ke Gunung Giyanti di lereng Sumbing sana. Tapi sayangnya sudah masuk musim penghujan, jadi pending dulu. Wong trekking sendiri aja saat musim hujan nggak asyik apalagi bawa balita, pasti nggak nyaman. Mana jalannya becyek, nggak ada ojyek. Seandainya cuaca cerah pun kita tetap harus jaga-jaga bawa mantel, payung, juga topi.
- Bawa perlengkapan tempur yang lengkap
Inilah perbedaan mendasar trekking bawa balita dan enggak. Saat masih single dulu saya kerap trekking tanpa mikir dan enggak bawa apa-apa. Alhasil ngerasa konyol banget kaya pas trekking ke Gunung Andong. Kelaparan dan kehausan di jalan euy, mana pas libur Idul Adha jadi jarang warung buka.
Berhubung sekarang pergi dengan bocah, saya selalu bikin list apa aja yang wajib masuk ke dalam tas. Yang utama adalah makanan plus minuman, baju ganti, diapers (jaman bocah belum toilet training), plastik kresek (buat buang sampah atau diapers kotor), obat-obatan standar, dan mainan (optional).
- Jangan lupa bawa kamera atau smartphone
Sebagai mamak generasi milenial, tentunya saya nggak mau kehilangan momen kebersamaan bareng kicik dong. Makanya aktivitas apapun perlu diabadikan. Buat upload di social media cyin, ahahahaha. Oleh karena itu gadget yang bisa buat motret nggak pernah lupa dibawa.
Saya sih sekarang kemana-mana bawa ponsel kesayangan saya, si Meymey, alias Meizu tercinta. Meski ponsel harga sejutaan, tapi performa kameranya mumpuni untruk mengabadikan momen traveling bersama balita. Si Meizu M5c ini punya 11 filter bawaan untuk mendapatkan hasil terbaik. Udah gitu yang paling daku suka ada fitur timelapsenya cyiiin, kan asyik banget tuh.
Ebetwe kalau kalian belum pernah dengar hape Meizu, ada baiknya kalian meluncur ke IG @MeizuIndonesia atau FB Meizu Indonesia Official buat kepo-kepo. Atau baca aja artikel daku yang mengulas soal si cantik Meizu M5c.
- Nggak usah terlalu ngoyo
Trekking mengajak balita itu jangan ngoyo. Wong intinya ngajak bocah bersenang-senang, jadinya kita sebagai orangtua yang harus ngikuti ritme mereka. Jalan pelan dan sering berhenti-berhenti nggak masalah. Nggak usah narget tinggi-tinggi untuk sampai puncak. Saya pas trekking ke Nglanggeran dan Gunung Lanang pun nggak bener-bener sampai puncak. Tapi ya enggak masalah. Masih ada lain waktu. Daripada memaksakan diri tapi bocahnya malah jadi kelelahan. Ndak sampai puncak ndak apa-apa yang penting bocah bahagia, mamak gembira.
Buat saya, hal-hal penting yang perlu disiapkan untuk ngajakin balita trekking ya itu sih. Oya, sama menyiapkan hati biar enggak ikutan marah-marah saat bocah rewel dan biar tetep sabar saat bocah merajuk. Dan ini bagian tersulitnya ahahahaha. Tapi percayalah, saat kedua orangtuanya mampu jaga mood, bocah juga masih tetep bisa dikontrol kok.
Jadi, kapan nih mau ajak balita trekking? Berminat trekking bareng kami?
Jadi pengen cepet punya dedek balita -,- ayo mas gek ndang to…! Kesuen..! #eh lah mgomong sama siapa ini –“
Aku forward ke mas apa jangan nih komentarnya? Ahahahahaha
Colek-colek Mas Dhave
Abis ini dijak main air mbak. Renang di pantai asyik loh hahahhahah
Renang di pantai udah. Pas di Wediombo malah kelelep hehe. Pantai-pantai di Karimun kayanya asoy yak ?
Ya ampuuun… bRe udah trekking ke mana-mana. Jadi inget, 2017 ini nggak naik gunung sama sekali, kecuali Gunungkidul. Wkwkwkk…
Ahahahaha, 2017 masih ad asebulan lagi kok, mbak. Masih bisa lah trekking tipis-tipis kemana gitu hihi.
Setelah baca tulisan ini, oh aku merasa lemah 😀
Ahahahaha, Omndut merendah. Ayok lah jalan tipis-tipis kita.
baru ngucapin salam kenal di rumah lama,, ternyata pindah ke rumah ini si mbaknya ahaha.
Duh,, impianku bgt tuh bawa anak traveling, trekking, dan kegiatan menuju alam lainnya.. Sayang belum dikaruniai 🙁
Salam kenal mbak,
-Traveler Paruh Waktu
Hehe, iya pindahan sudah lama, cuma rumah lama masih hidup nggak dibongkar.
Terimakasih sudah berkunjung. Salam kenal juga ??
Breeeee bocil idolak akooooh!!! Pokokmen aku mau yg kayak bre nanti! Titik. *Nyuwun mbek gusti, rada mekso* wkwkkwkw
Tergantung emaknya ntar kaya apa lah ahahahaha
Sekitar Juni 2018 aku mau camping perdana ini rencananya, gak jauh-jauh sih, cuman di Perkebunan Teh Medini, Lereng Ungaran. Nunggu anak umur setahun, jadi udah bisa ngomong kalau kedinginan.
Perlatan sudah lengkap sih untuk masalah pindah tidur di bawah langit. Tapi ya itu, bener juga, stamina dan mood memang sangat berkaitan, biasanya stamina payah bikin mood jadi cepet uring2an. Hahaha
Wah seru tuh, Mas. Bre pretama camping umur 1,5 dan di pantai, agak rusuh dia, soalnya sumuk. Biasanya bocah malah akan lebih nyaman n tidur lelap di tempat yang dingin daripada yang panas.
Yap, yang paling penting stamina plus mood bapak ibu kudu terjaga, biar bisa having fun.
Jadi pengen coba nih mbak. Kebetulan suamiku waktu masih remaja hobi banget tracking kayak gini. Pengennya nanti bawa Rayyan. Tapi saat usianya 2 tahun. Aku yang masih takut nih… Hehehe
Hihi, dicoba aja mbak. Dimulai dari trekking singkat aja, jalan-jalan ke kebun raya misalnya. Kalau bocah enjoy baru dilanjutin yang agak panjang treknya dan rute yang sedikit menantang.
Ayoooo kapan kita trekking bareeeng 🙂
Ayoooooook, mauuu. Ini fotografer sekaligus porter kan? *ups 😀
yyuk bre, ndaki kawah wurung :D, klo kawah ijen klo udah agak gedean ya 😀
Kalau ke Kawah Wurung bisa naik motor kah, Lan? Glundang glundung disana kayaknya seru yak ahahaha
aku salfok sama tas nya.. ah pengen juga ahahah..
ahahahaha, hayuk lah beli Ko 😉
Seru banget. Kalau ankku yang no 1 udah biasa jalan jauh, kyknya dia bakal enjoy ma trekking, tapi yang kedua ini moody hahaha. Mungkin kapan2 mau ajak yang pertama aja mendaki dan melewati bukit haha
TFS
Atau diajakin trekking di hutan kota dulu, mbak. yang masih banyak jajan dan mainan. jadi kalau si kecil bad mood bisa mampir jajan dulu ahahaha
Mba,aku jadi mupeng banget pengen ngajak anak treking. Salam kenal mba Elisabeth.
Salam kenal juga, mbak. Ayok trekking, cari keringat kita 😀
Waa, teringat ngajak kponakan camping ceria di lawu, krn uda kcapekan ndaki nya. Muka kponakan dah jelek, lgsung sya ajak main gendong”an (sbelum nangis minta pulang), pdahal pgel jg saya saya, wkwkw ya bgitulah, mengenalkan kgiatan sprti biar berkesan, mnyenangkan, dan ga kapok.
Nice post mbak ?