โWoalaaaaah, mbaaaak. Njenengan kesasar. Sini sudah masuk kecamatan Wadaslindang bukan Kalibawang. Ini memang jalan menuju Gunung Lanang, tapi mbak harus jalan kaki duluโ kata bapak pemilik warung sambil memasang wajah iba pada kami.
โKira-kira berapa jauh ya, pak?โ
โNggak jauh kok, mbak. Paling setengah jam udah sampai. Ikuti saja jalan setapak, nggak bakalan tersesatโ
Saya menghelas napas dalam-dalam. Dekat dan setengah jamnya warga lokal itu bisa berarti dua kali lipatnya kami. Duh, cobaan apa lagi ini. Setelah drama tidak membawa bekal, tidak membawa kain gendongan, lupa isi bensin, motor melaju kebablasan, sekarang kami menyadari fakta baru bahwa kami tersesat.
Gunung Lanang memang ada di depan, tapi untuk mencapai puncaknya kami harus trekking lebih dulu. Rupanya kami tersesat. Titik yang sebenarnya ingin kami tuju ada di sebaliknya. Pantas saja perjalanan bermotor kami sudah lebih dari 1,5 jam, padahal yang saya lihat di peta beberapa hari lalu tak sampai 60 menit.
Baca: Ingin Traveling Bersama Balita? Pastikan 8 Hal Penting Ini Tidak Terlupa
***
Saya belum terlalu lama mendengar nama Gunung Lanang. Sejak kecil, yang sering saya dengar adalah Gunung Lawang, sebuah gugusan perbukitan yang terletak di kecamatan tetangga. Konon, di Gunung Lawang terdapat batu yang menyerupai pintu (lawang) dan itu adalah jalan menuju dunia lain. Di gunung tersebut terdapat macan putih sebagai penjaga. Saat masih kanak, cerita itu terdengar sangat menyeramkan, berjalannya waktu kisah itu menjadi terlupakan.
Nama Gunung Lanang saya dengar dari bapak, kemudian saya mulai googling serta mencari informasinya melalui tagar di instagram. Berdasarkan foto-foto yang saya lihat Gunung Lanang cukup keren dan menantang. Bisa lah dijadikan alternatif wisata selain Dieng. Bahkan, seandainya gunung ini ada di Jogja, pasti akan berubah menjadi lokasi hits.
Gunung Lanang sendiri merupakan puncak tertinggi dari rangkaian Pegunungan Serayu Selatan yang ada di Jawa Tengah. Secara administratif kawasan ini terletak di Desa Mergolangu, Kecamatan Kalibawang dan berbatasan langsung dengan Desa Gumelar, Kecamatan Wadaslintang. Gunung dengan tinggi 1.205 mdpl ini menjadi hulu bagi beberapa sungai.
Secara geologis, Gunung Lanang terbentuk dari pengangkatan lantai samudra di bawah gunung api laut yang berumur 25-20 juta tahun yang lampau. Mungkin kejadiannya masih satu periode dengan terbentuknya Shiva Plateau yang menjadi tulang punggung Pulau Jawa.
Baca: Menyusuri Shiva Plateau, Jejak Lampau yang Terus Memukau
Berdasarkan informasi tersebut, saya pun tak sabar untuk mengunjunginya. Apalagi lokasinya terbilang dekat. Saya pun mengajak Lusi, teman sekaligus sepupu jauh untuk menyambanginya. Meski pun tak ada satupun dari kami yang tahu jalan, kami terlalu percaya diri dan merasa pasti mudah mencapainya, apalagi sekarang ada google map. Nyatanya perkiraan kami salah.
Sejak google maps memberi tanda bahwa kami harus berbelok menyusuri jalanan makadam yang sempit dan curam, saya sebenarnya sudah was-was. Benarkah ini jalan menuju Puncak Gunung Lanang? Apalagi setelah diperhatikan dengan seksama, ternyata masih ada jeda antara ujung jalan setapak hingga titik yang menunjukkan posisi puncah Gunung Lanang. Itu berarti kami harus jalan lagi sebelum sampai puncak. Padahal berdasarkan informasi yang saya dapatkan, pengunjung bisa memacu kendaraan mereka sampai tempat parkir dan tidak ada episode trekking jauh.
Berhubung tidak ada orang yang bisa ditanyai, kami pun terus melajukan kendaraan sambil berharap dalam hati semoga tidak salah jalan. Saat itu kanan kiri kami berupa areal perladangan dan hutan warga yang cukup rapat. Sesekali terlihat blok-blok tanaman palawija dan sayuran.
โLusi, berhenti dulu dong. Aku pengen motret pemandangan di depan,โ kata saya pada Lusi, teman yang berhasil saya kompori untuk menemani perjalanan tanpa rencana pagi ini. Dia pun lantas meminggirkan motornya di bahu jalan.
Dari tempat saya berdiri, saya bisa melihat gugusan perbukitan tinggi yang menyembul dari balik pepohonan. Itulah gunung yang saya cari, Gunung Lanang. Saat sedang memotret, dari kejauhan terdengar suara raungan motor blombongan. Rupanya ada dua remaja tanggung yang mengendarai motor ke arah kami. Saya pun menyetop mereka dan mengatakan apakah ini benar jalan menuju Gunung Lanang. Mereka mengangguk mengiyakan.
Kami lantas mengikuti mereka dan tiba di perkampungan yang sunyi. Saya menyebut perkampungan ini sebagai tempat persembunyian yang sangat strategis. Ia dikelilingi hutan, gigir gunung, serta jauh dari mana pun. Satu-satunya akses masuk hanya jalan makadam sempit berliku yang saya yakin saat musim penghujan tiba menjadi sulit dilalui. Perkampungan ini terasa begitu dingin.
Melihat dua perempuan asing berboncengan dengan seorang balita duduk di tengah, wajah beberapa orang yang kami jumpai di jalan menampilkan raut heran. Kami melakukan motor dengan pelan hingga tiba di satu rumah yang juga toko kelontong. Setelah berbincang singkat dengan bapak pemiling warung, kami akhirnya tahu bahwa kami tidak berada pada titik yang kami harapkan.
***
โGimana nih mbak? Mau lanjut atau pulang aja?โ tanya Lusi meminta kepastian pada saya yang terlihat ragu.
โDuh, sudah sejauh ini masak mau pulang sih, Lusi? Diceng-cengin orang rumah nih kalau tau kita tersesat dan nggak jadi ke Gunung Lanang. Tapi kalau lanjut kok harus trekking, mana nggak bawa gendongan. Nanti kalau Renjana capek gimana ya?โ jawab saya bimbang.
Sebenarnya saya ingin terus melanjutkan perjalanan, namun hati kecil ragu, akankah saya mampu mendaki gunung ini sambil mengajak Renjana? Kalau saya sendirian sih pasti langsung jalan. Tapi kali ini saya membawa anak 2,5 tahun. Kalau harus menggendongnya jelas saya tak sanggup. Sedangkan jika dia harus berjalan terus rasanya juga kasihan. Mana langit pagi terlihat agak mendung, takut jika hujan mendadak turun.
โAku manut mbak. Nanti aku bantuin gendong Renjana deh.โ
Setelah menimbang-nimbang berbagai kemungkinan, akhirnya saya memutuskan untuk mengambil risiko dan melanjutkan perjalanan. Ucapan Renjana โAku nggak mau pulang, mau naik gunung aja,โ menjadi penguat untuk terus berjalan. Kami pun kemudian menitipkan motor di rumah warga yang terletak di ujung perkampungan.
***
Semenjak melahirkan Renjana, saya sudah jarang melakukan aktivitas fisik. Tak heran jika napas saya ngos-ngosan dan kaki terasa berat untuk melangkah. Selain lelah fisik, saya juga lelah jiwa. Bagaimana tidak, jika biasanya saya hanya menjaga diri sendiri, sekarang saya juga harus menjaga serta memberikan perhatian ekstra pada bocah yang melangkah semaunya tanpa peduli sisi jalan adalah jurang.
Belum lagi menjaga mood anak supaya tetap ceria. Sebab sekalinya dia crancky, maka perjalanan ini bisa kacau. Saya harus mampu menjaga emosi dan terlihat terus bersemangat. Ternyata traveling saat masih lajang dan saat sudah memiliki anak benar-benar beda rasanya.
Baca: Perbedaan Traveling Saat Lajang dan Traveling Bersama Balita
Kali ini saya benar-benar salut dengan lelaki kecil saya. Di usianya yang sekecil itu dia terlihat sangat mandiri. Dia begitu antusias dan tidak takut saat harus berjalan melewati setapak di gigir tebing. Bahkan, terkadang justru saya atau Lusi yang setengah memaksa untuk menggendongnya akibat jalan yang susah dan curam.
Di saat saya kelelahan, bocah ini justru memberikan semangat โayo ibuk, cepaatโ. Dia juga terus-menerus bernyanyi lagu โNaik-naik ke Puncak Gunungโ dan mengajukan sederet pertanyaan khas bocah. Dia sangat bersemangat dan tak sekalipun mengeluh.
Setelah lebih dari 1 jam melewati setapak berliku di antara ladang warga dan hutan pinus, akhirnya kami tiba juga di parkiran Gunung Lanang. Lagi-lagi orang-orang menatap kami heran. Apalagi saat mereka tahu bahwa kami memarkirkan motor jauh di bawah dan trekking 1 jam sambil membawa bocah. Seandainya kami tidak tersesat, harusnya kami bisa sampai di titik ini dengan membawa motor.
Berhubung tubuh sudah lelah dan harus menyisakan tenaga untuk trekking kembali ke bawah, kami tak banyak mengeskplorasi Gunung Lanang. Kami hanya menikmati beberapa spot yang asyik untuk duduk-duduk atau mengambil gambar tanpa sanggup berjalan hingga puncak yang sebenar-benarnya. Meski begitu kami tak kecewa, ini sudah lebih dari cukup.
Menurut saya Gunung Lanang benar-benar indah. Dari tempat ini saya bisa melayangkan pandang ke segala penjuru. Bahkan, saya juga bisa melihat Waduk Wadaslintang di kejauhan. Tempat ini juga sudah dilengkapi dengan camping ground, play ground, deratan warung makan,gazebo, dan tentu saja spot-spot selfie (pufffft). Meski begitu suasana alaminya tetap terjaga.
Saya sendiri memiliki rencana untuk datang lagi ke tempat ini. Mendirikan tenda dan tiduran di atas hammock sambil melihat mentari terbit atau mentari terbenam pasti sangat menyenangkan. Berhubung tempat ini belum terlalu ramai dan aksesnya masih susah, jadi suasananya pasti sangat tenang. Semoga kelak bisa mewujudkannya dengan bapaknya Renjana.
Tanpa terasa, kami sudah menghabiskan waktu di tempat ini cukup lama. Langit yang sejak pagi seputih kapas sekarang berubah menjadi abu-abu, pertanda sebentar lagi hujan akan turun. Sambil mengumpulkan kekuatan yang tersisa, kami bertiga memulai perjalanan pulang. Tentu saja ini akan jauh lebih berat dibanding dengan perjalanan naik tadi. Apalagi bocah mulai lelah dan capek, kemungkinan besar dia akan minta gendong.
โSemangat, Mbak Shaaa!!โ teriak Lusi yang juga menyemangati dirinya sendiri. Saya membalasnya dengan senyum penuh arti. Perjalanan kali ini bukan saya yang mengenalkan hal baru pada Renjana, namun justru dia yang mengajarkan banyak hal pada saya. Tentang sejauh mana batas kekuatan diri, tentang kapan harus berjalan atau berhenti, hingga tentang bersukacita dalam tiap keadaan. Maturnuwun nggih, nak lanang.
Travellerโs Notes:
- Gunung Lanang terletak di Desa Mergolangu, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Wonosobo. Jika kalian berangkat dari arah Sapuran, Purworejo, Yogyakarta, rute terdekat adalah lewat terminal Sapuran lantas belok kiri menuju kecamatan Kalibawang. Jika kalian berangkat dari arah Kota Wonosobo maupun Banjarnegara, rute terdekat adalah melewati Kecamatan Kaliwiro.
- Jika mengandalkan google maps, carilah kata kunci Gunung Lanang Mergolangu. Tapi lebih amannya saya sarankan banyak-banyaklah bertanya kepada warga lokal supaya tidak tersesat seperti saya.
- Jika masih penasaran Gunung Lanang itu sekece apa, sila follow ig @gununglanangwonosobo @mergolangu_ig
- Oya, perjalanan ini saya lakukan Agustus 2017, jadi mungkin kondisi sekarang sudah jauh berbeda karena Gunung Lanang makin mempercantik diri.
Wow!!! aku penasaran sekali jadinya.
apalagi ada iming-iming motor bisa nyampe atas dan trekingnya pendek *males jalan
berarti kalau dr Sapuran ke kiri, dia agak di pinggiran wonosobo gitu ya?
Ayo trip #WonosoboWow jadikan. Explore Wonosobo sisi lain. Iya ini Wonosobo pinggiran, hampir berbatasan dgn purworejo n banyumas kayaknya, eh iya nggak ya? Sekarang makin kece Qied kl ku lihat poto2nya.
aku penasaran, baru denger tapi ragu tersesat….
Hihi, mosok wis blusukan neng papua kok wedi nyasar neng kota dewe. Kontak ig yg kucantumin aja, mas. Minta petunjuk yg benar ??
tersesat adalah drama sedih pada awalnya tapi seru pada ceritanya setelah samapai.
Yoih, bumbu yg bikin perjalanan makin seru.
Mantap, Mbak. Kapan lah aku ikut ngintil nanti. Hehehe~
Pengen tau aja bagaimana keluarga renjana kalau lagi naik gunung ๐
Hihihi boleh lah, tapi akhir2 ini bapake sibuk, lembur trrus. Ku sedy gabisa jalan2.
tempatnya bagus, seperti biasa, gunung pendek emang nanjak.
terus kalau renjana capek, dia minta gendong gitu ya.
anakku yang 2.5tahun ini, baru diajak muter trek lari 100 meter dah bilang “aku capek” bhahaha
Iya ni ngegas banget lokasinya. Tapi emang beneran bagus sih.
Renjana kalo capek ndeprok, mas. Kadang ogah digendong. Mau lanjutin jalan lagi kl udah nggak capek. Dia gak bisa anteng sih bocahnya, suka jalan juga.
Shasha selalu sukses bikin jiwa jalan2ku berantem sama kondisiku sekarang yg begitu sulit menyempatkan waktu untuk liburan. Kalo duduk sambil baca ceritamu tuh kayak ada sebagian jiwaku melompat2 tp nggak bisa lepas… Heuuuugghhhh… Aarrgghhh….
Ahahaha, hai bang adeee, aku nggak berniat ngompori dirimu ya hihi. Piknik yg dekat2 lah bang, pas weekend gitu. Etapi di Jakarta males macetnya yak hihi.
Aduh, itu foto terakhir bikin ngakak! Hahaha ๐
Aku pengin ikut kalau mau kemah di sana ๐
Disuruh pose malah ngupil, nyebelin banget yak. Aha boleh boleh, tapi lewat jalan yg benar aja ya biar nggak usah trekking hihi. Soalnya dari loket tiket sampai puncak sejatinya aja sudah lumayan menguras tenaga.
Sesat yang menyenangkan. Salut deh sama emak yang bisa bawa anak balitanya naik gunung.
Menyenangkan dan juga melelahkan mbak hihi.
Tuh! Dikasih kekuatan sama mbak Elizabeth belum lg semangatny Renjana. Come on go go go forward up to the top.
Iya bunda, ada bocah cilik jadi penyemangat.
Keren ceritanya mbk, saya malah belum pernah sekalipun ke pegunungan. hee
Sesekali boleh lah mbak dicoba, pegunungan yang bisa dicapai pakai kendaraan aja macam Dieng hihihi.
Salut ini anakmu hebat mbak, anakku jalan kelamaan minta gendong yang berujung bisa membuat emaknya encok. Tapi bolehlah sesekali dicoba untuk melakukan hal yang beda
Dia dari kecil emang hobi banget jalan kaki mbak, jadi aku termasuk emak yang dimudahkan karena jarang nggendong hihihi.
Ada gunung lanang.. Mungkinkah ad yg bernama gunung wedok jg. Hihi. Thanks berat mba kisah travellingnya. Salut dah travelling ke gunung gini bs bawa anak. Klo ak mgkn sdh pasang bendera, haha. Soalnya anakku suka di rumah n kulitnya super sensitif. Heu. Smg pas udh gede bs jalan begini jg.
Mungkin ada deh mbak, biasanya kan pasang-pasangan gitu. Tiap anak memang beda-beda ya. Anak saya ini mungkin karena sejak dalam perut sudah diajaki blusukan, jadi dia tahan banting ๐
Ih salut Mbak. Ke gunung berani ngajak anak. Luar biasaaah.
Kalo di kampung tersesat setengah jam justru lebih cepet di banding Jakarta Mbak. Kalo di Jakarta, jarak yang seharusnya setengah jam bisa jadi 2 jam. Hihi…
Iyaaa, tersesat di jakarta mah tobaaaat, maceeet. Mau jalan kaki panas hehe.
Wuih bagus banget pemandangannya ya.. Mbak El juga berani ya bawa anak naik gunung. Salut!
Iya mbak pemandangannya kece, makanya pengen balik ke sana lagi.
Aku udah lama ga naik gunung. Itu juga masih level cetek hihihi…. Duh Renjana keren, deh. Ga sia-sia bawa penyemangat. Pemandangannya indah, worth it sama pengobanannya, Mbak
Naik gunung itu nyandu, je. Ini juga gunung level cetek mbak, belum berani bawa ke gunung tinggi kalau sama bocah.
Iya, worth it banget lah, nggak nyesel pokoknya.
Duh cakep banget kak view dari atas.
Adem juga liatnya apalagi masih bisa diakses pake motor sampai agak keatas jadi gak perlu banyak trekking ๐
Tapi hebat ya anaknya bisa ikutan trekking gitu kak ๐
Iya kak, kece emang. Apalagi kalau pas sunrise di musim penghujan, kayak matahari terbit dari lautan kabut, bagus bangeeeet. Makanya pengen balik lagi dan ngecamp di sini.
Renjana hebat, salut deh kalau ada ibu yang bawa anak2 naik gunung, keren
Hehehe, ibu-ibu pecicilan saya mah ๐
Hebat banget! Renjana juga hebat banget! Alm bapakku dulu suka ajak aku dan saudara2 trekking jauh, tapi koq aku skrg gak bisa yaa -_-
Terima kasih, mbak. Sudah enggak terbiasa kali ya, jadi mau memulai lagi males dan bayangin capeknya dulu.
Wah serunya mendaki Gunung Lanang bareng anak lanang. Pemandangannya indah sekali ya
Iya mbak, seru dan menyenangkan.
Wah keren, Mbak. Masih bisa traveling, naik gunng bawa anak. Renjana juga kereeen. Titip cium buat Renjana :*
Emaknya nggak mau anteng di rumah soalnya, mbak. Masih pengen jalan-jalan tapi nggak mau ninggal anak, jadi kemana-mana dibawa ahahaha.
Keren banget mbak naik gunung bawa anak,terus nggak bawa bodgyguar cowo
Hehehe, modal nekat ini mbak, sok kepedean.
Duh, enak nih mba bisa naik gunung sama anak. Aku secepatnya menyusul nunggu Jasmine seumuran Renjana dulu. ?
Iya nih, cita-cita dari dulu mewujud ๐
Aku nggak pernah ngajak anak ke gunung, padahal emaknya suka ke gunung saat kuliah. Renjana keren ya bisa jadi penyemangat niy
Seseka;i boleh lah mbak diajakin, naik gunung saat masih lajang sama bawa bocah beda banget rasanya.
Kepengen naik gunung sama Tio, tapi nanti saja kalau udah ada porter di Gunung Lanang ๐
Ini gak perlu pake porter mak. kalau lewat jalan yang benar mah naik motor sampai parkiran. Ayolah jadikan trip #WonosoboWow ahahahaha.
Wuih, seru banget bisa naik gunung. Hobiku zaman muda yang udah gak pernah lagi dilakuin. Suatu saat kepengen lagi ah naik gunung. ๐
Ini juga dalam rangka mengobati rindu dengan hobi jaman lajang, mbak ๐
Bener, jangan percaya dg versi ‘dekat’ masyarakat lokal. Aku sering banget keceleik dg kata dekat versi lokal. Btw jadi pengen tracking ke Gunung Lanang.
Pokoknya kalau orang lokal bilang berapa menit apa berapa jam, kita kudu mengalikan 2 (minmal) hihihihi.
meskipun pake nyasar tp worth it bgt pemandnagan di atasnya yaa…segerrr ijooo
Iya mbak, nggak menyesal pokoknya. Capek tapi seneng.
Anak2 tu sebenarnya sangat kuat jalan jauh.Perna treking jg sama anak2 kecil, bahkan ada yg balita sampai saya malu hahha. Saya ngso2an mereka melangkah sambil nyanyi2. Renjana keren ๐
Iya, mereka kuat sekali. Semacam nggak punya rasa capek. Kadang emaknya yang kewalahan berusaha mengikuti.
Naik gunung ngajak anak, saya mah sudah nyerah…..
Hihihi, ayo mbak dicoba. Trekking ke hutan aja kalau gitu.
Edan, foto gunungnya bikin merinding mbak..
Jadi mendadak rindu berpetualang di alam lagi..
Btw, anaknya kalau udah gede besok kayaknya bakal jadi penjelajah alam yang tanggung itu.. hehe
Jadi pas aku datang itu masih pagi, masih ada kabut tipisnya gitu, kece banget lah. Cuma kamera ponselku tidak bisa menangkap gambar dengan sempurna. Mari bertualang ๐
Aku suka banget tuh kalau travelling ke tempat yang banyak pepohonannya..sejuk ๐
Iya, sejuk dan udaranya segar.
Imajinasiku lantas melayang membayangkan pintu ke dunia gaib itu dan macam putih yang menjaganya. Anaknya suka banget film-film fantasi nih ๐
Puji Tuhan sampai dengan selamat, mbak. Renjana kuat ya, bahkan bisa jadi sosok yang menguatkan ๐
Muahahahahaha, dasaaaaar. Etapi ini tempatnya mendukung buat cerita2 gituan sih. Iya nih. Malah dia yang semangatin simboknya.
Kayaknya tempatnya belum terlalu ramai didatangi banyak orang ya.. asyik nih buat dieksplore lokasi-nya…
Emang masih sepi bang itungannya. Agak jauh dari kota dan aksesnya masih sulit, jadi enggak rame banget. Tapi ku justru suka yang semacam ini hehe.
Ada rencana kesana lagi, pengen ikut nih kayanya,, ๐ nenda seruu
Mungkin pas libur natal besok, sekalian mudik mau mampir ke tempat ini lagi ๐
Enak ini kak, klo treckingnya pendek apalagi ada iming2 motor bisa muncak, heheeh
Bre bukan bocah biasa mau diajak naik gunung, baru denger tentang Gunung Lanang di Wonosobo