Pada Jumat pagi yang sendu saya menginjakkan kaki di pelataran Museum Sandi. Sehari jelang akhir pekan harusnya semua ceria, namun sayang Jogja terlihat murung. Berhari-hari cuaca kelabu, tak ada senyum biru langit yang ceria. Mega putih berubah pekat, membentuk kantong-kantong awan yang tak bosan mencurahkan hujan hingga tercipta banjir dimana-mana.
Silakan saja kamu murung. Tapi saya tidak. Dengan berjingkat saya menuju bagunan indis yang terletak di salah satu sudut Kotabaru, tak jauh dari tepian Kali Code. Sebuah papan bertuliskan Museum Sandi menggantung di tembok berwarna gading.
“Selamat pagi,” sapa ramah seorang perempuan muda di meja resepsionis. Aish, baru kali ini saya jumpa dengan petugas museum yang ramah menyapa pengunjung. Pengalaman saya selama ini lebih sering dicuekin bahkan dijudesin.
Ternyata pagi itu saya dan Renjana adalah pengunjung pertama yang datang ke Museum Sandi. Dan bisa jadi kami berdua adalah pengunjung yang datang perseorangan selama minggu itu. Sebab saat saya melihat buku tamu, rata-rata yang datang adalah rombongan anak sekolah atau mahasiswa. Jarang ada wisatawan biasa yang tertarik berkunjung ke museum kriptografi satu-satunya di Indonesia ini.
“Untuk masuk ke Museum Sandi tidak dikenakan tiket masuk, ibu. Sebagai gantinya ibu akan mendapatkan souvenir ini yang bisa digunakan untuk memecahkan sandi,” lanjut mbak resepsionis. Sebenarnya saya pengen menyela mbaknya dengan bilang “Panggil saya mbak aja, jangan ibu,” tapi enggak jadi.
Berhubung saya orangnya agak parnoan dan suka seram kalau blusukan ke museum sendiri, makanya kali ini saya minta didampingi sama mbak petugasnya. Sekalian biar dapat informasi yang komprehensif. Dan mbaknya tentu saja mengiyakan.
Di ruang pertama kami disambut dengan pemutaran film tentang sejarah museum sandi. Sebenarnya saya pengen skip aja sih, lebih pengen masuk ke ruang-ruang yang ada dioramanya. Eternyata Renjana betah banget nonton film dokumenternya. Selesai nonton film, kami pun langsung masuk ke ruang sejarah sandi dunia. Eh namanya bener itu enggak sih? Saya suka ngarang deh. Pokoknya di ruangan ini terdapat contoh-contoh sandi yang digunakan dari masa lalu.
Ternyata ada beragam cara di masa lalu untuk menulis pesan-pesan rahasia tersebut. Ada sandi Skytale Greek yang dipakai pada zaman Yunani Kuno. Sandi ini berupa gulungan kain yang dipasangkan pada tongkat. Kunci untuk membaca sandi tersebut terletak pada ukuran diameter tongkat. Saya agak sulit menjelaskannya, lebih baik datang sendiri ke Museum Sandi untuk melihatnya.
Ada juga Cardan Grille, sandi berbentuk naskah atau tulisan panjang yang isinya mengecoh. Cara memecahkan sandi ini adalah dengan memakai kunci kusus berupa plat besi atau kertas yang sudah dilubangi di bagian-bagian tertentu. Deretan huruf yang terbaca adalah maksa yang sesungguhnya. Dan yang paling menarik adalah sandi tattoo yang berasal dari tahun 499 SM.
Sandi tattoo ini dulunya digunakan oleh sang tiran Histaeus dari Yunani. Media penyampai pesan yang digunakan oleh Histaeus adalah seorang budak. Budak yang sudah terpilih rambutnya akan digundul, kemudian di atas kepalanya akan ditorehkan tattoo. Saat rambut budak sudah panjang, dia akan diutus untuk menemui orang yang harus mendapatkan pesan.
Selain sandi-sandi yang digunakan di berbagai kebudayaan lampau, di Museum Sandi ini saya juga bisa melihat berbagai sandi yang digunakan di Indonesia lengkap dengan tipuan-tipuan yang dilakukan oleh para kurir. Berdasarkan cerita dari mbak pemandu, pada saat perang gerilya, pesan-pesan rahasia itu ada yang diselundupkan melalui makanan kecil. Pada saat kondisi terdesak, makanan tersebut akan ditelan supaya Belanda tidak bisa mengetahui pesan rahasianya. Ada juga kurir yang memodifikasi setang depeda onthelnya supaya bisa disusupi selembar kertas.
Ternyata saya mendapatkan banyak hal baru saat masuk ke Museum Sandi ini. Meskipun ukurannya tergolong sempit dan kecil, saya jadi tahu banyak tentang sejarah persandian di Indonesia secara khusus juga di dunia secara umum. Saya juga tahu, bahwa sosok yang menjadi kepala Dinas Code pertama (sekarang menjadi Lembaga Sandi Negara) adalah seorang dokter bernama Roebiono.
Beliau pula yang berinisiatif membentuk sandi baru yang hanya dapat digunakan oleh pihak Republik Indonesia. Jadi, pada awal masa kemerdekaan berbagai instansi di Indonesia masih menggunakan sandi lama dari masa kolonial yang mudah diretas oleh pihak tentara Belanda. Karena itu dr. Roebiono menyusun 6 buku yang disebut sebagai “Buku Code C”, masing-masing buku berisi 10.000 kata sandi dalam bahasa Belanda dan Inggris. Agar sistem sandi baru ini diakui eksistensinya, dr. Roebiono meretas berbagai sandi lain yang digunakan oleh berbagai instansi negara.
Bagi saya sosok yang awam di dunia persandian, mengunjungi tempat ini benar-benar mendapatkan banyak pengetahuan baru. Didukung pelayanan petugasnya yang maksimal, rasanya kunjungan saya ke tempat ini tidaklah sia-sia. Untuk kawan-kawan yang lagi di Jogja dan bingung mau kemana, sesekali cobain deh main ke Museum Sandi. Tempatnya seru lho, bisa buat foto-foto narsis juga #halah. Halamannya juga luas, dilengkapi dengan pendopo dan gazebo, buat angon bocah kaya saya bisa lah.
Betewe kawan-kawan suka piknik ke museum kaya saya juga enggak sih?
Museum Sandi
Jl. Faridan M. Noto No. 21, Kotabaru, Yogyakarta, Indonesia
Buka setiap Selasa – Minggu pukul 08.30 – 15.30 WIB
Km masi utang janji ngajakin aku ke sini lho mba. Hiks pengin ke sini dr dl sbenernya, blm sempet2 jg. Huhuuu
Ahahaha iya yak? Yuk ah kapan-kapan kesini, abis itu mamam di Raminten lagi 🙂
Wah ternyata ada museum sandi ya di jogja. Baiklah ini akan jadi tujuan wisata kalau nanti mudik.
Di Jogja masih banyak museum-museum kecil yang nylempit, mbak. Jarang terdengar dan terekspos. Lumayan lah buat trip singkat dan sarana belajar 🙂
Jadi inget kemarin pas ke pecinan semarang, temanku bilang salah satu cerita ttg bakpia di pecinan adalah bakpia digunakan sebagai sarana untuk mengantarkan pesan yg ditulis untuk penerima pesan. Tulisan itu dimasukkan dalam bakpia. Pemerintah hindia belanda menganggap bakpia merupakan makanan untuk dewa, mereka tidak berani untuk menyita bakpia. Mungkin itu termasuk sandi juga 😀
Iyaaa, makanan2 kaya gitu emang dijadikan media pengantar pesan. Kalo ada orang Belanda yang maksa mau lihat bisa langsung dimakan,
Aku malah baru tahu ada museum sandi habis baca tulisan mu ini mbak. Will be on my list kalau traveling ke yogya.
Emang jarang yang tau mbak, bahkan orang Jogja pun banyak yang nggak ngeh 🙂
wah asyik tempatnya… buat yang hobi penasaran akan tertarik dengan museum sandi ini.
aku jadi bertanya tanya, souvenir itu untuk memcahkan kode apa?
Terus halamannya luas banget, ada air mancurnya pulak. Cozy pokoknya.
Jadi di meja resepsionis ada kata sandi, nanti kita disuruh memecahkan sandi tersebut, dan suvenir ini kunci untuk membuka sandi.
Aku pernah kesini dan pengnjung satu2nya waktu itu wkwk. Berasa rumah nenek memang hahaha
Abis aku pulang, mbak mbak yg jaga jg ikutan pulang -_-
Karena bangunannya kayak rumah biaya ya. Apalagi lotengnya itu. Wealah hihihihi.
Museum sandi ini berada di timur jalan bukan mbak? aku cuma kalau lewat cuma sedikit melirik ke arahnya mbak :p
Agak tertarik kalau mbanya ramah :)) soalnya aku juga males dijudesin.
Jadi inget, dulu pas zaman SD, SMP, kalau ghibahin temen pakai kata sandi terus lewat kertas dilinting-linting dioper-oper ke depan wkwkw
Bisa timur bisa barat, karena terletak di ujung jalan hehehe. Deretannya raminten pokoknya.
kalau dengar kode, pikiran saya selalu tersangkut ke kode perbloggeran.hehe
Aha, coding website yak? 🙂
Kami malah baru tahu ada museum sandi disitu mbak.. he he.. setahu sya ada di daerah kulon progo.. dekan dekso.. tempat dulu Pangeran Diponegoro gerilya.. Siap.. bisa diagendakan untuk meluncur kesana bareng krucils2.. he he
Soal yang di Dekso itu juga dibikin diorama di museum sandi ini, mas.
Oksip mba atas informasinya..
wih, info yang menarik nih mbak.
aku baru tau soal museum sandi di Yogya.
bener-bener ini mah, Yogyakarta selalu punya banyak cara untuk menarik orang kembali.
aku kalau ke sana, akan jadiin artikelmu buat panduan 🙂
terima kasih sudah sharing ya mbak.
Masih banyak museum menarik lainnya di Jogja, mbak. Saya pun belum selesai mengunjungi semuanya hehehe.
Museum yang bagus, jogja memang banyak menyajikan sejarah yang penting untuk dinikmati dikagumi