Kulayangkan pandangku melalui kaca jendela
Dari tempatkiu bersandar seiring lantun kereta
Membawaku melintasi tempat-tempat yang indah
Membuat isi hidupku penuh riuh dan berwarna
(Padi, Perjalanan Ini)
Lagu ini merupakan salah satu soundtrack utama tiap kali saya melakukan perjalanan. Entah kenapa, bagi saya melakukan perjalanan menggunakan kereta itu selalu terlihat romantis dan saya suka melakukannya. Duduk di tepi jendela dan melihat semesta yang bergerak semakin cepat membawa semua duka menjauh maupun mimpi mendekat selalu menciptakan emosi tersendiri. Atau duduk di sambungan gerbong sambil bercakap dengan kawan seperjalanan atau siapa saja yang ditemui di kereta membicarakan apa saja, mulai dari hidup, mimpi, cita, hingga cinta.
Bagi saya kereta adalah anologi semesta, anologi hidup saya. Saya berjalan dan singgah dari satu pemberhentian ke pemberhentian lain. Bertemu dengan orang-orang baru yang berjalan di rel yang sama. Lantas, pada pemberhentian berikutnya ada yang turun dan pergi, ada pula orang baru yang naik. Semua silih berganti tak pernah berhenti. Orang-orang yang kini dekat dan mesra bisa jadi nanti akan turun di stasiun terdekat lantas melanjutkan perjalanan ke tempat berbeda. Saya kembali sendiri. Namun akan datang orang baru lagi mengisi kekosongan. Hingga akhirnya nanti entah saya atau dia yang turun dan pergi lebih dulu.
Mungkin orang-orang yang lebih dulu berpisah bisa saya temui lagi di stasiun depan. Namun adakalanya saya hanya bertemu sekali selama perjalanan. Saya pun harus lebih menghargai setiap pertemuan di gerbong.
Segala rasa tumpah di kereta. Penasaran, bersemangat, sekaligus sedikit khawatir dan gamang saat memulai perjalanan ke tempat-tempat baru sendirian. Ada juga gelisah, damai, rindu yang menumpuk serta lega saat menyadari bahwa sebentar lagi hendak tiba di rumah dan melabuhkan segala lelah serta kesah.





Kualunkan rinduku selepas aku kembali pulang
Tak akan kulepaskan dekapku
karena ku tahu pasti aku merindukanmu
Seumur hidupku, selama-lamanya
(Padi, Perjalanan Ini)
Jogja, 12 Juli 2013
Menuliskan ini sambil merindukan orang-orang yg pernah dijumpai dan berjalan bersama namun kini sudah pergi, entah kapan bisa berjumpa kembali.
menular… jadi merindui kawan-kawan lama 🙂
Iki tulisan asu! Gak atek Y, ASU!
Ah!
Weh, aku suka sekali tulisan ini. Mimpi, hidup, duka, cita, perjuangan, kenangan, harapan, semua bagaikan sebuah perjalanan kereta, bukan? Aku sedang merawi novel tentang perjalanan kerata api, Sash. Judulnya “3360”.
Life is the train, not the station. [Paulo Coelho – Aleph] 😉
waaaa.. foto terakhirnya stuniinngggg 😀
Yaiy! Hidup TRAIN-er (yang ini artinya pengendara kereta :D)
Selalu jatuh cinta dengan kereta dan segala cerita di dalamnya. Ah!
nek bendino gandulan kreto koyo aku ngene piye kiro2 nduk? isih seneng opo senep?
Aku suka ini. Analogi kereta mengingatkanku pada sekian perjalanan yang pernah kulakukan, berikut mimpi rutinku tentang kereta. 🙂