I Know Who Holds My Hand

Tahun 2020 baru menjejak bulan ke-3 tapi rasanya sudah sangat berat. Sejak awal tahun banyak kabar duka berkelindan, baik tentang kehilangan maupun bencana alam. Ekonomi juga mengalami perlambatan. Dan kini, seiring merebaknya virus Covid-19, suasana terlihat semakin mencekam.

Di WAG yang saya ikuti, ibu-ibu banyak yang panik. Mereka dilanda kecemasan dan ketakutan akan wabah tersebut. Berbagai tindakan preventif pun dilakukan, salah satunya dengan social distancing alias perenggangan jarak sosial. Pemerintah menyarankan supaya orang-orang bekerja dari rumah, work from home.

Bagi keluarga saya pribadi, diberlakukannya social distancing dan work from home ini tidak berdampak apa pun. Ya mau gimana lagi, sejak 8 tahun kerjaan saya memang dari rumah hehe. Sejak September tahun lalu Mas Chandra juga sudah bukan pegawai kantoran lagi. Jadi diberlakukannya hal ini tidak berdampak cukup signifikan.

Puji Tuhan dapur bisa tetap ngebul. 3 tahun terakhir saya bekerja di kantor Jepang, sehingga pemasukan masih berjalan lancar. Bahkan nilai tukar yen terhadap rupiah justru menguat. Kami termasuk beruntung, bahkan bisa saya bilang memiliki privilege.

Namun saya tahu, tidak semua orang seberuntung saya. Di luar sana ada banyak masyarakat yang harus tetap bergerak keluar rumah, bekerja dan bertemu dengan banyak orang supaya dapur tetap mengebul. Mereka tidak peduli himbauan social distancing. Bagi mereka, lebih menakutkan menyaksikan keluarga kelaparan daripada berjumpa dengan virus yang tidak kelihatan.

Beberapa hari lalu saya sempat bercakap dengan salah satu sepupu yang bekerja di dunia hiburan. Dia mengeluh bahwa semua acara dibatalkan. Tentu saja itu berpengaruh pada pemasukan. Begitu juga dengan kawan-kawan yang bergerak di industri pariwisata, mereka menjerit. Kantor adik saya pun mengalami hal yang sama. Jumlah klien menurun drastis.

“Tapi aku percaya mbak, selama hidup kita nggak pernah neko-neko, Tuhan pasti memelihara,” kata sepupu saya. Wow. Saya speechless. Sepupu kecil saya bisa berucap sebijak itu.

Dalam menghadapi hari-hari yang berat ini memang hanya itu yang bisa kita lakukan. Beriman, berserah, terus berharap. Sebab jika kita hanya melihat apa yang nampak di mata saat ini rasanya semua begitu berat dan takut untuk menjalaninya.

Bagaimana harus bertahaan hidup sementara tak ada pemasukan? Bagaimana jika beras habis? Bagaimana kalau benar-benar lock down? Bagaimana jika terjadi ini? Bagaimana jika terjadi itu? Dan sederet bagaimana lainnya.

Pada titik ini yang kita butuhkan hanya rasa percaya. Bukan, saya bukan bilang “percayalah pada pemerintah” soalnya jujur aja kepercayaan saya mulai terkikis satu persatu. Yang saya maksud adalah “percayalah pada sang Pencipta”.

Jika burung-burung yang tidak pernah menanam saja masih Dia pelihara, jika bunga-bunga yang tak bisa menenun saja dia hiasi dengan gaun mahkota indah berwarna-warni, jika di balik perut bumi yang gelap saja Dia hadir dan ciptakan keindahan sempurna, apalagi untuk kita ciptaan kesayanganNya? Dia pasti akan menjaga.

Dan saya percaya, Tuhan itu sungguh kreatif. Dia akan bukakan pintu dari celah-celah langit yang tak pernah kita duga, yang tak pernah kita kira. Bagian kita satu, beriman dan percaya.

Seperti seorang anak kecil yang digandeng oleh orang tuanya. Dia tak akan merasa takut meski harus menyeberang jalan yang sangat ramai. Sebab dia percaya, dia digandeng oleh sosok yang melindungi. Dalam kondisi seperti apa pun, orangtuanya tak akan pernah sekalipun melepaskan genggaman.

I know who holds my hand

Saya tahu siapa yang menggenggam tangan saya, karena itu saya tak akan khawatir. Dan saya berharap, kawan-kawan juga melakukan hal yang sama. Percayalah kepada Dia yang menggenggam tangan kalian.

Khawatir boleh, tapi jangan berlebih. Takut itu manusiawi, tapi jangan sampai patah harapan. Jangan sampai ketakutan menggerogot jiwa dan melemahkan daya tahan tubuh.

Mari di saat-saat yang sulit ini kita saling menguatkan satu sama lain. Jika memang terpaksa harus bekerja di luar rumah, lakukanlah. Yang penting jaga diri masing-masing. Bertindak sesuai arahan dan protokol kesehatan. Jaga kebersihan, makan makanan yang sehat, tidur yang cukup. Sisanya, biar Tuhan yang jaga.

Dan satu lagi, tak usah ikut broadcast berita yang belum pasti. Kalau memang nyali ciut, tutuplah sosial media, tak usah baca banyak berita yang bisa melemahkan pikiran positif. Lakukan hal-hal menyenangkan saja di rumah. Membaca buku, nonton film, beres-beres rumah, bercengkerama dengan kucing, berkebun, apa saja. Tak hanya social distancing, tapi social media distancing sepertinya juga perlu untuk menjaga kewarasan jiwa.

Ini adalah saat yang paling baik untuk kembali menyepi. Berdamai dengan jiwa, bercakap dengan sang pencipta. Mari kita berdoa supaya segala kekacauan ini lekas berlalu. This too shall pass. Stay safe kawan-kawan semua! God bless you all.

Engkau tak usah takut terhadap kedahsyatan malam, terhadap panah yang terbang di waktu siang, terhadap penyakit sampar yang berjalan di dalam gelap, terhadap penyakit menular yang mengamuk di waktu petang. Walau seribu orang rebah di sisimu, dan sepuluh ribu di sebelah kananmu, tetapi itu tidak akan menimpamu.

Mazmur 91:5-7

Kaki Merapi yang sumuk sekali, 17 Maret 2020
Tulisan ini dibuat sebagai pengingat untuk diri sendiri. Jika suatu saat iman melemah dan ketakutan melanda, saya pernah menulis seperti ini.

Elisabeth Murni
Elisabeth Murni

Ibu Renjana | Buruh partikelir paruh waktu | Sesekali bepergian dan bertualang.

Articles: 250

27 Comments

  1. Aku juga ingin berdamai dengan keadaan Mba, ga boleh takut yang penting waspada. Semoga badai Corona segera berlalu. Bener Mba, semut aja yang kecil dikasih rezeki sama Tuhan, apalagi kita manusia pasti selalu dipeliharaNya.

  2. Setuju, mba.. aku dan keluargaku juga berpikir seperti yang dikau tuliskan. Berdamai dengan keadaan.

  3. Benar mbak. Ketika wabah ini sudah berakhir, saya nanti bakal sering bercerita di kedai-kedai kopi waktu kita ngumpul. Ada banyak cerita yang sampai sekarang belum saya sebarkan di WAG hahahahaha. Apalagi tempat kerjaku salah satu yang mengurusi outbreak

    • siaaaap, pasti ada banyak cerita menarik dari kantormu mas. dan semoga wabah lekas berlalu, biar bisa ngumpul sambil ngofey-ngofey. betewe dirimu sehat-sehat di kantor ya, mas 🙂

  4. Amin…untuk Mazmur 91..pasti terjadi..dan dlm situasi seperti ini saya begitu terpukau karena rhema firman yg diberikan oleh Tuhan kepada gerejaNya pas banget. Dan itu memberikan kekuatan dan yakin bahwa penyertaan Tuhan sempurna. Amin

  5. Yah gitulah, menjadi lilin lebih baik daripada berkoar-koar bikin panik.Semoga keadaan semakin membaik, kangen ngemil siomay di tepi jalan.

  6. Kalau orang Jawa itu bilang apa pun yang terjadi pasti diganjar dengan ‘untung’.
    Untung cuma jatuh gak sampai ini itu,
    Untung cuma kecopetan gak sampai ini itu,

    Semoga pun untung Corona cuma sampai sini saja, semoga dia lekas balik dan hilang

  7. Kalau harus memilih, memang lebih baik berserah pada Yang Maha Sempurna. Aku yakin semua wabah itu akan berlalu dan memberi pembelajaran utk kita semua. Semoga gak sampai lockdown #Hiks

  8. Benar mbak aku setuju kita memang harus tetap berserah pada yang diatas Sang Maha Skenario hidup. Waspada dan tertib jaga kesehatan juga wajib dijalankan. Semoga semuanya berjalan baik kembali

  9. Setuju mba, mungkin Tuhan ingin kita lebih dekat dengan-Nya, dan percaya bahwa Tuhan akan menyelesaikan semua pada waktunya. Yang penting kita berusaha, dan berdoa 🙂

    Semoga pandemik Corona ini segera berakhir ya mba, agar semua bisa beraktivitas kembali seperti sedia kala. Amiiiin ~

  10. “Tapi aku percaya mbak, selama hidup kita nggak pernah neko-neko, Tuhan pasti memelihara.”

    It’s sound so naive? pernah aku ditanyain kayak gitu ketika bilang hidup ini gak perlu neko-neko.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *